Masalah
yang cukup mengganggu para penulis adalah ketika mereka gagal menemukan ide
bagus untuk ditulis. Mereka berangkat dengan keyakinan penuh bahwa sepanjang
dua-tiga jam ke depan mereka akan menuntaskan sebuah tulisan yang dahsyat, dan
mereka berakhir dengan merenungi komputer selama lima belas menit kemudian
pergi mencari hiburan atas mumet yang tercipta di kepala. Pada suatu pagi,
mereka bisa saja sudah meniatkan diri dengan penuh seluruh untuk menulis.
Mereka sudah mandi dan menyalakan komputer dan menghiasi sekeliling “area
menulis” menjadi tempat yang nyaman. Pewangi ruangan sudah disemprot selayaknya
ketiak yang juga perlu wangi. Tetapi yang terjadi kemudian adalah mereka tidak
tahu apa yang mesti ditulis.
Kadang-kadang
begitu, para penulis adalah orang-orang yang terlalu percaya diri. Mereka
pernah menyelesaikan sebuah tulisan bagus di masa lalu dan hal itu membuatnya
terlena, bahwa mereka bisa menuliskan hal yang bagus lagi dan lagi di masa
depan. Mereka mulai menganggap bahwa ide adalah sesuatu yang bersifat spontan
dan ia akan muncul dengan sendirinya seiring dengan tersentuhnya jemari mereka
ke tuts keyboard. Dan begitulah
bagaimana mereka dipermainkan oleh pikiran sendiri. Padahal, jika kamu bukan
penulis, atau mencoba memposisikan diri di luar kotak, kamu akan menyadari
bahwa untuk menulis kamu harus paham lebih dulu tentang apa yang ingin kamu
sampaikan.
Tulisan-tulisanmu
yang sebelumnya juga sudah melalui masa-masa begitu. Memang ada yang bisa kamu
tulis dalam waktu singkat dan yang lainnya butuh beberapa jam bahkan beberapa
hari bahkan bulan. Kenapa bisa demikian? Karena tingkat pemahamanmu ketika
merangkai masing-masing tulisan tersebut berbeda-beda. Sesuatu yang cepat kamu
selesaikan biasanya bertemakan hal-hal yang dekat dengan keseharianmu atau yang
pernah kamu pahami dari buku, televisi, atau sekedar komentar-komentar di
facebook.
Ada
momen ketika “percikan api” berlompatan di kepalamu setelah kamu mempelajari
sesuatu, atau sekadar terlibat dalam sebuah perbincangan yang menarik. Itu yang
dinamakan inspirasi untuk menulis. Saya pernah—dan saya yakin kamu juga
demikian—menyelesaikan dua tulisan yang cukup panjang dalam waktu dua jam saja,
atau kurang dari itu. Salah satunya terjadi pada masa awal-awal saya belajar
menulis dan yang saya tulis adalah sesuatu yang dekat dengan saya dan yang
selama ini sering saya renungkan, dan yang lainnya terjadi beberapa bulan yang
lalu, yaitu sebuah resensi buku dari seorang penulis yang namanya baru naik di
pasaran. Setelah saya renungkan lagi, tulisan tentang resensi itu menjadi
begitu cepat saya selesaikan karena tipe menulisnya adalah tipe yang selama ini
sering saya kritisi. Jadi, kembali lagi ke awal, saya menulis cepat karena saya
tahu betul apa yang menggangu benak saya tentang tema tersebut. Saya pernah
mengalaminya langsung atau secara mental tentang hal itu.
Sama
seperti bicara, kamu akan lancar ketika menyampaikan hal-hal yang kamu pahami
saja, sementara kamu bisa tergagap jika diminta untuk menjelaskan sesuatu yang
kamu tidak mengerti. Akhirnya kamu hanya menyampaikan hal-hal normatif yang
berada di permukaan saja, dan kamu tahu, mereka yang mendengarkan tidak
tertarik dengan jabaranmu selayaknya dirimu sendiri. Itu menjadi sebuah
jawaban, kenapa seseorang bisa lebih lancar menuliskan diary ketimbang mengarang cerita. Karena ketika menulis diary mereka hanya perlu menjadi diri
sendiri.
Saya
pernah memberi instruksi begini kepada teman-teman di kelas menulis: “Silakan
tuliskan hal-hal yang baru-baru ini menarik perhatianmu. Bisa itu pengalamanmu,
pengalaman orang lain, atau sebuah pemikiran yang kamu dapatkan dari bacaan
atau televisi. Apapun itu.” Dan hasilnya sangat efektif, semua peserta bisa
menulis dengan cepat, bahkan mereka yang selama ini tidak pernah bisa menulis
sedikit pun ketika diberi tugas, kini bisa menyelesaikannya. Kelebihannya yang
lain, saya mendapatkan tema-tema yang autentik di sana: ada yang menulis
tentang ibu yang membangunkan mereka tadi pagi, ada yang menyampaikan selamat
ulang tahun kepada teman peserta menulis yang lain, dan ada yang bercerita
tentang kucingnya yang baru beranak.
See,
menulis itu menjadi gampang betul ketika kita tidak terbebani untuk menciptakan
tulisan-tulisan yang bagus, cukup menuliskan apa yang kita pikirkan saja.
Kertas kosong bukanlah masalah, tetapi pikiran yang kosonglah yang menjadi
masalahnya. Dan saya yakin, dengan didukung oleh kelima indera, kenangan dan
seperangkat otak untuk menganalisa segala sesuatu, kamu punya stok pemikiran
yang tidak terbatas. Paham adalah kata kuncinya dan indikatornya adalah ketika
muncul sebuah inspirasi di benakmu tentang hal itu, tentang apa yang ingin kamu
tulis. Apa-apa sajakah ia? Kamu bisa menulis daftar ide dan pelengkap idemu
jika kamu bukan termasuk di antara para penulis yang menghambakan pertuah
“menulis sajalah” sebagai pedoman hidup.
Lalu,
kalau tidak bagus bagaimana? Itu urusan lain lagi. Jika kamu punya skill mumpuni—yang bisa kamu peroleh
dengan tekun belajar ditambah pengalaman, maka kamu bisa melakukan editing sendiri terhadapnya. Kalaupun
tidak, hal itu tidak akan menghambatmu jika kamu ingin punya buku, ada
orang-orang yang dijuluki sebagai editor yang akan membantumu mengemasnya.
Yang
penting sekarang, kamu bisa menyelesaikan tulisanmu.
No comments:
Post a Comment